Sistem Pewarisaan Hukum BW
|
Sistem Pewarisaan Hukum Adat
|
Sistem Pewarisaan Hukum Islam
|
·
Sistem
kewarisan dalam KUHPdt (BW) berlatar belakang pada bentuk kehidupan
masyarakat Barat yang parental dan mandiri. Namun dalam KUHPdt sendiri,
sistem keturunan yang dianut adalah sistem parental atau bilateral terbatas,
dimana setiap anggota keluarga menghubungkan dirinya pada keturunan ayah dan
ibunya. Kemudian system kewarisan yang dianut KUHPdt adalah sisitem individual, artinya setiap ahli waris berhak
menuntut pembagian harta warisan dan memperoleh bagian yang menjadi haknya,
baik harta warisan dan ibunya maupun harta dari ayahnya.
|
1.
Sistem
Keturunan
·
Sistem
Patrilinial (kelompok garis kebapakan)
·
Sistem
Matrilinial (kelompok garis keibuan)
·
Sistem
Parental atau Bilateral (kelompok garis ibu-bapak)
2.
Sistem
Pewarisan Individual
3.
Sistem
Pewarisan Kolektif
4.
Sistem
Pewarisan Mayorat
|
|
Analisa Sistem Perbandingan
Sistem Pewarisaan Hukum BW
Sistem
kewarisaan dalam KUHPdt menganut pada Hukum BW, dimana Hukum BW menganut hukum
barat yang bersifat parental dan mandiri. Dimana harta warisan jika pewaris
wafat harus selekas mungkin diadakan pembagian yang merupakan ahli waris dalam
hukum BW dapat digolongkan menjadi 2 bagian:
o
Ahli
waris menurut Undang Undang
o
Ahli
Waris menurut Testament (Wasiat)
Dalam
KUHPPdt sistem keturunaan yang dianut merupakan adalah sistem parental atau
bilateral terbatas, dimana setiap anggota keluarga menghubungkan dirinya pada
keturunan ayah dan ibunya. Kemudian system kewarisan yang dianut KUHPdt adalah sisitem
individual, artinyasetiap ahli waris berhak menuntut pembagian harta warisan
dan memperoleh bagian yang menjadi haknya, baik harta warisan dan ibunya maupun
harta dari ayahnya.
Pembagian
ahli waris menurut BW terdapat 5 golongan:
1. Golongan
I, Merupakan ahli waris dalam garis lurus ke bawah dari pewaris, yaitu anak,
suami / duda, istri / janda dari si pewaris. Ahli waris golongan pertama
mendapatkan hak mewaris menyampingkan ahli waris golongan kedu, maksudnya,
sepanjang ahli waris golongan pertama masih ada, maka, ahli waris golongan
kedua tidak bisa tampil. (Pasal 852 BW)
2.
Golongan
II
Merupakan, ahli waris dalam garis lurus ke atas dari pewaris, yaitu, bapak, ibu dan saudara – saudara si pewaris. Ahli waris ini baru tampil mewaris jika ahli waris golongan pertama tidak ada sama sekali dengan menyampingkan ahli waris golongan ketiga dan keempat. (Pasal 854 BW)
Merupakan, ahli waris dalam garis lurus ke atas dari pewaris, yaitu, bapak, ibu dan saudara – saudara si pewaris. Ahli waris ini baru tampil mewaris jika ahli waris golongan pertama tidak ada sama sekali dengan menyampingkan ahli waris golongan ketiga dan keempat. (Pasal 854 BW)
3.
Golongan
III
Merupakan, keluarga sedarah si bapak
atau ibu pewaris, yaitu kakek, nenek baik pancer bapak atau ibu dari si
pewaris. Dalam hal ini, ahli waris golongan ketiga baru mempunyai hak mewaris,
jika ahli waris golongan pertama dan kedua tidak ada sama sekali dengan
menyampingkan ahli waris golongan keempat.( Pasal 853:858 BW)
4.
Golongan
IV
Merupakan, sanak keluarga dalamgaris ke
samping dari si pewaris, yaitu paman, bibi. (Pasal 858 ayat 2 BW)
5.
Ahli
Waris berdasarkan Penggantian Tempat / Ahli Waris Pengganti (Plaatsvervulling /
representatie)
Dalam
sistem waris BW tertuju pada pewarisnya itu sendiri, dimana pewarisnya
meninggal maka keturunannya berhak untuk mendapat bagiaan ahli waris dari harta
yang ditinggalkan pewaris tersebut.
Sistem
Pewarisaan Hukum Adat
Yang
membedakan dengan pewarisaan BW dengan sistem pewarisaan adat dengan terbaginya
sistem pewarisaan hukum adat menjadi 4 bagiaan dengan terdiri dari
1.SistemKeturunan
Dilhat dari segi garis keturunan maka perbedaan lingkungan hukum adat itu dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
Dilhat dari segi garis keturunan maka perbedaan lingkungan hukum adat itu dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Sistem Patrilinial (kelompok garis
kebapakan)
Sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita di dalam pewarisan. Suku-suku yang bergaris keturunan kebapakan antara lain adalah Gayo, Alas, Batak, Nias, Lampung, Buru, Seram, Nusa tenggara, Irian
b. Sistem Matrilinial (kelompok garis keibuan)
Sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria di dalam pewarisan. Suku-suku yang bergaris keturunan ini adalah minangkabau, enggano.
c. Sistem Parental atau Bilateral (kelompok garis ibu-bapak)
Sistem yang ditarik menurut garis orang tua, atau menurut garis dua sisi (bapak-ibu), dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan di dalam pewarisan. Adapun suku yang bergaris keturunan ini adalah Jawa, Sunda, Madura, dan Melayu
Sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita di dalam pewarisan. Suku-suku yang bergaris keturunan kebapakan antara lain adalah Gayo, Alas, Batak, Nias, Lampung, Buru, Seram, Nusa tenggara, Irian
b. Sistem Matrilinial (kelompok garis keibuan)
Sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria di dalam pewarisan. Suku-suku yang bergaris keturunan ini adalah minangkabau, enggano.
c. Sistem Parental atau Bilateral (kelompok garis ibu-bapak)
Sistem yang ditarik menurut garis orang tua, atau menurut garis dua sisi (bapak-ibu), dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan di dalam pewarisan. Adapun suku yang bergaris keturunan ini adalah Jawa, Sunda, Madura, dan Melayu
2. Sistem Pewarisan Individual
Sistem pewarisan dimana setiap waris mendapatkan pembagian untuk dapat menguasai dan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Setelah harta warisan itu diadakan pembagian maka masing-masing waris dapat menguasai dan memiliki bagian harta warisannya untuk diusahakan dan dinikmati.
Sistem pewarisan dimana setiap waris mendapatkan pembagian untuk dapat menguasai dan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Setelah harta warisan itu diadakan pembagian maka masing-masing waris dapat menguasai dan memiliki bagian harta warisannya untuk diusahakan dan dinikmati.
3.SistemPewarisanKolektif
Pengalihan kepemilikan harta peninggalan dari pewaris kepada waris sebagai kesatuan yang tidak terbagi-bagi penguasaan dan pemilikannya, melainkan setiap waris berhak untuk mengusahakan menggunakan atau mendapat hasil dari harta peninggalan itu. Sedangkan cara pemakaiannya diatur bersama atas dasar musyawarah dan mufakat oleh semua anggota kerabat yang berhak atas harta peninggalan dibawah bimbingan kepala kerabat.
Pengalihan kepemilikan harta peninggalan dari pewaris kepada waris sebagai kesatuan yang tidak terbagi-bagi penguasaan dan pemilikannya, melainkan setiap waris berhak untuk mengusahakan menggunakan atau mendapat hasil dari harta peninggalan itu. Sedangkan cara pemakaiannya diatur bersama atas dasar musyawarah dan mufakat oleh semua anggota kerabat yang berhak atas harta peninggalan dibawah bimbingan kepala kerabat.
4.Sistem
Pewarisan Mayorat
Sistem
pewarisan mayorat sesungguhnya adalah juga merupakan sistem kewarisan kolektif,
hanya saja pengalihan harta yang tidak terbagi itu dilimpaahkan kepada anak tertua
yang bertugas sebagai pemimpin keluarga menggantikan kedudukan ayah atau ibu
sebagai kepala keluarga.
Sistem mayorat ini ada dua macam dikarenakan perbedaan sistem keturunan yang dianut. Pertama mayoret lelaki yaitu kepemimpinan yang dipegang oleh anak laki-laki tertua seperti berlaku dilingkungan masyarakat adat Lampung. Sedangkan mayorat perempuan yaitu anak tertua perempuan sebagai penunggu harta orang tua seperti berlaku dilingkungan masyarakat adat Semendo Sumatra Selatan.
Sistem mayorat ini ada dua macam dikarenakan perbedaan sistem keturunan yang dianut. Pertama mayoret lelaki yaitu kepemimpinan yang dipegang oleh anak laki-laki tertua seperti berlaku dilingkungan masyarakat adat Lampung. Sedangkan mayorat perempuan yaitu anak tertua perempuan sebagai penunggu harta orang tua seperti berlaku dilingkungan masyarakat adat Semendo Sumatra Selatan.
Sistem
Pewarisaan Hukum Islam
Berbeda
dengan sistem pewarisaan hukum BW, sistem pewarisaan hukum adat menganut sistem
dengan garis keturunaan dimana terdapat patrilitial, matrilitial, parental dan
bilateral yang menjadi garis utama dalam pewarisaan dalam sistem pewarisaan hukum
adat, didalam BW sistem diatur setelah ahli waris meninggal dengan mendapat
harta warisaan mulai dari istri yang ditinggalkan sampai anak, sedangkan dalam
sistem pewarisaan hukum adat, pewarisan menganut garis keturunaan setiap suku
yang berbeda beda disetiap wilayah.
Dalam
pewarisaan hukum islam, terdapat 6 golongan pembagiaan pewarisaan setiap
pewarisaan tersebut terdapat tingkatan yang berbeda-beda dengan perbandingan
hukum waris BW dan perbandingan hukum waris adat, dimana dalam hukum waris
islam, anak laki-laki mendapat bagiaan yang lebih besar dari anak perempuaan
yang sudah diatur didalam Al-qur’an, sebagaimana terdapat 6 ciri sistem
pembagiaan dalam hukum waris islam yang terdiri dari :
Ashhabul furudh
yang berhak mendapatkan separo dari harta waris peninggalan pewaris ada lima,
satu dari golongan laki-laki dan empat lainnya perempuan. Kelima ashhabul
furudh tersebut ialah suami, anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak
laki-laki, saudara kandung perempuan, dan saudara perempuan seayah
Adapun kerabat pewaris yang berhak mendapat
seperempat (1/4) dari harta peninggalannya hanya ada dua, yaitu suami dan istri
Dari
sederetan ashhabul furudh yang berhak memperoleh bagian seperdelapan (1/8)
yaitu istri. Istri, baik seorang maupun lebih akan mendapatkan seperdelapan
dari harta peninggalan suaminya, bila suami mempunyai anak atau cucu, baik anak
tersebut lahir dari rahimnya atau dari rahim istri yang lain
Ahli waris yang berhak mendapat bagian dua per tiga
(2/3) dari harta peninggalan pewaris ada empat, dan semuanya terdiri dari
wanita:
- Dua anak perempuan (kandung) atau lebih.
- Dua orang cucu perempuan keturunan anak laki-laki atau lebih.
- Dua orang saudara kandung perempuan atau lebih.
- Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih.
Adapun ashhabul furudh yang berhak
mendapatkan warisan sepertiga bagian hanya dua, yaitu ibu dan dua saudara (baik
laki-laki ataupun perempuan) yang seibu.Seorang ibu berhak mendapatkan bagian sepertiga
dengan syarat:
·
Pewaris tidak mempunyai anak atau cucu laki-laki
dari keturunan anak laki-laki.
·
Pewaris tidak mempunyai dua orang saudara atau
lebih (laki-laki maupun perempuan), baik saudara itu sekandung atau seayah
ataupun seibu
Adapun asbhabul
furudh yang berhak mendapat bagian seperenam (1/6) ada tujuh orang. Mereka
adalah (1) ayah, (2) kakek asli (bapak dari ayah), (3) ibu, (4) cucu perempuaan
keturunan anak laki-laki, (5) saudara perempuan seayah, (6) nenek asli, (7)
saudara laki-laki dan perempuan seibu.
Perbedaan dengan
hukum waris BW dan Adat, hukum waris islam membagi harta warisannya dengan apa
yang sudah ada didalam Al’qur’an yang mana bagiaan laki laki mendapat bagiaan
yang lebih besar dari bagiaan perempuaan.
gOOd ^_^
BalasHapusPrabowo-sandi 02
BalasHapus