Peraturan Perundang-undangan
berguna untuk menciptakan kehidupan bernegara yang tertib dan aman. Suatu hukum
memerlukan aturan yang sudah di kodifikasi, demi terciptanya suatu kepastian
hukum, dapat menjadi pedoman hukum bagi warga negara, dan dapat mendorong
terjadinya tertib hukum di masyarakat, dan Bagi lembaga-lembaga pemerintahan,
peraturan Perundang-undangan untuk petunjuk dalam menjalankan tata pemerintahan
sesuai dengan fungsi dan kewenangannya.Di Indonesia terdapat hukum tidak
tertulis dan hukum tertulis. Keduanya berfungsi untuk mengatur warga negara
dalam kehidupan bermasyrakat, berbangsa dan bernegara. Hukum tidak tertulis adalah
norma atau peraturan tidak tertulis yang telah dipakai oleh masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari secara turun temurun dan tidak dibuat secara resmi oleh
lembaga yang berwenang. Misalnya norma kesopanan, norma kesusilaan, norma adat.
Hukum tertulis adalah aturan dalam
betuk tertulis yang dibuat oleh lembaga yang berwenang. Misalnya peraturan
perundang-undangan nasional di negara kita. Menurut Tap III/MPR/2000 tentang
tata urutan perundang undangan di negara Indonesia, dinyatakan sebagai berikut:
UUD 1945, Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti
undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden (Kepres), Peraturan
Daerah. Tata urutan perundangan tersebut sebagai pedoman untuk pembentukan
peraturan di bawahnya. Jadi setiap peraturan yang dibuat tidak boleh
bertentangan dengan aturan yang ada di atasnya. Jika aturan di bawahnya
bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya maka secara otomatis
peraturan yang ada dibawah tersebut gugur (tidak berlaku) demi hukum.
Fungsi Aturan Perundang-undangan
dalam Sistem Hukum Indonesia
1.
Fungsi Undang-undang Dasar, berfungsi sebagai hukum dasar bagi pembentukan
lembaga-lembaga negara, fungsi, dan hubungannya antara satu dengan yang lain,
mengatur hubungan antara Negara dengan warga negara, dan memuat cita-cita serta
tujuan Negara.
2.Ketetapan
MPR, pada dasarnya berfungsi mengatur tugas dan wewenang Majelis
Permusyawaratan Rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam Negara
Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar 1945.
3.Fungsi
undang-undang adalah :
1. menyelenggarakan pengaturan lebih
lanjut ketentuan dalam Undang-undang Dasar 1945 yang tegas-tegas menyebutnya
2. pengaturan lebih lanjut secara umum
aturan dasar lainnya dalam batang tubuh Undang-undang Dasar 1945
3.
Pengaturan Lebih lanjut dari
Ketetapan MPR yang tegas-tegas menyebutkan;
d.pengaturan di bidang materi Konstitusi, seperti organisasi, Tugas dan Wewenang Susunan Lembaga Tertinggi atau Tinggi Negara.
d.pengaturan di bidang materi Konstitusi, seperti organisasi, Tugas dan Wewenang Susunan Lembaga Tertinggi atau Tinggi Negara.
4.Fungsi
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) pada dasarnya[2]
sama dengan fungsi dari undang-undang. Perbedaan keduanya terletak pada
Pembuatnya, undang-undang dibuat oleh Presiden bersama-sama dengan DPR
dalam keadaan normal sedangkan PERPU dibuat oleh Presiden. Perbedaan lainnya
adalah Undang-undang dibuat dalam suasana (keadaan) normal, sedangkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang dibuat dalam keadaan kegentingan yang
memaksa
5.Fungsi Peraturan Pemerintah adalah
:
a)
pengaturan lebih lanjut ketentuan
dalam undang-undang yang tegas-tegas menyebutnya
b) menyelenggarakan pengaturan lebih
lanjut, ketentuan lain dalam undang-undang yang mengatur meskipun tidak
tegas-tegas menyebutnya.
6. Fungsi Keputusan Presiden yang
berisi pengaturan adalah :
a) menyelenggarakan pengaturan secara
umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. (sesuai Pasal 4 ayat
1 UUD 1945)
b) menyelenggarakan pengaturan lebih
lanjut ketentuan dalam Peraturan Pemerintah yang tegas-tegas menyebutnya.
c)
menyelenggarakan pengaturan lebih
lanjut ketentuan lain dalam Peraturan Pemerintah meskipun tidak tegas-tegas
menyebutkannya.
7. Fungsi Keputusan Menteri adalah
sebagai berikut:
a)
menyelenggarakan pengaturan secara
umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan di bidangnya (sesuai
dengan pasal 17 ayat 1 UUD 1945).
b)
menyelenggarakan pengaturan lebih
lanjut ketentuan dalam Keputusan Presiden.
c) menyelenggarakan pengaturan lebih
lanjut ketentuan dalam undang-undang yang tegas-tegas menyebutnya.
d) menyelenggarakan pengaturan lebih
lanjut ketentuan dalam Peraturan Pemerintah yang tegas-tegas menyebutnya.
8.Fungsi Keputusan Kepala Lembaga
Pemerintah Non-Departemen adalah :
a)
menyelenggarakan pengaturan secara
umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan di bidangnya.
b) menyelenggarakan pengaturan lebih
lanjut ketentuan dalam Keputusan Presiden. Merupakan delegasian berdasarkan
pasal 17 ayat (1) UUD 1945.
9. Fungsi Keputusan Direktur
Jenderal Departemen adalah:
a)
menyelenggarakan perumusan kebijakan
teknis Keputusan Menteri.
b)
menyelenggarakan pengaturan lebih
lanjut ketentuan dalam Keputusan Menteri.
10. Fungsi Keputusan Badan Negara
adalah:
a) menyelenggarakan pengaturan lebih
lanjut ketentuan dalam undang-undang yang mengatribusikan dan Peraturan
Pemerintah yang bersangkutan.
b)
menyelenggarakan secara umum dalam
rangka penyelenggaraan fungsi dan tugasnya.
11.Fungsi Peraturan Daerah Diatur
dalam pasal 69 dan pasal 70. UU no. 22 Tahun 1999
12.Fungsi Keputusan Kepala Daerah
adalah menyelenggarakan pengaturan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Daerah
yang bersangkutan dan tugas-tugas pemerintahan
13.Fungsi Keputusan Desa adalah
mengatur segala sesuatu yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan pemerintahan
desa, yang dibuat oleh Kepala Desa setelah mendapat persetujuan Badan
Perwakilan Desa. Sedangkan Keputusan Kepala Desa berfungsi sebagai pelaksanaan peraturan
desa dan pelaksanaan kebijaksanaan kepala desa dalam pemerintahan, pembangunan
dan kemasyarakatan di desa.
Fungsi Ilmu Perundang-undangan dalam
Pembentukan Hukum[3]
Sejak berdirinya Negara Republik
Indonesia dikenal adanya macam-macam hukum, baik hukum yang tertulis yang
merupakan peraturan peninggalan zaman Hindia Belanda, maupun hukum tidak
tertulis yang merupakan hukum adat yang beraneka ragam. Pembentukan hukum
kebiasaan dan hukum adat yang berlaku dalam kehidupan masyarakat adat, dapat
juga diartikan dengan pembentukan hukum yang tertulis, yang dibentuk oleh
lembaga berwenang, yang berwujud peraturan perundang-undangan yang bersifat
legislatif maupun administratif. Pembentukan hukum nasional saat ini terasa sangat
mendesak, oleh karena dalam perkembangan sistem ketatanegaraan di Indonesia
dari masa penjajahan Hindia Belanda sampai berlakunya perubahan Undang-undang
dasar 1945 dalam era Reformasi telah berlaku berbagai jenis peraturan
perundang-undangan. Pada saat Indonesia di proklamasikan, secara vertikal di Indonesia
dikenal adaya tiga lapis hukum yang berlaku secara bersamaan, yaitu hukum bagi
masyarakat golongan Eropa, hukum bagi golongan Bumiputera, dan hukum bagi
masyarakat golongan Timur Asing, selain itu secara horisontal diakui adanya 19
lingkung laku aneka hukum adat, yang beberapa diantaranya dan sisanya menerima
hukum Islam sebagai hukumnya sendiri baik melalui teori “receptio” atau
“receptio in camplexu”
Hukum yang berlaku tersebut dapat
juga dibedakan hukum tidak tertulis, hukum tercatat dan hukum tertulis. Hukum
tidak tertulis merupakan sinonim dari hukum kebiasaan, yang di Indonesia
dikenal dengan hukum adat, dan hukum tidak tertulis merupakan bentuk hukum yang
tertua. Hukum tertulis yang berlaku umum dan mengikat orang banyak serta yang
mepunyai lingkup laku wilayah manusia, wilayah ruang, dan wilayah waktuyang
lebih luas, tidak tentu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari pada hukum
tidak tertulis. Hukum tertulis selain merupakan wahana bagi hukum baru yang
dibentuk setelah Indonesia merdeka dalam rangka memenuhi kebutuhan kkehidupan
kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan yang senantiasa berkembang, juga
untuk menjembatani antar lingkup laku aneka adat dan hukum tidak tertulis
lainnya, atau untuk mengatasi kebutuhan kepastian hukum tidak tertulis dalam
hal pihak-pihak menghendakinya. Dalam perkembangannya pembentukan hukum tertulis
tidak dapat selalu diandalkan terbentuknya dengan cara kodifikasi, yang
memerlukan waktu yang lama, maka untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pembentukan
hukum nasional tidak dapat dilakukan dengan cara lain kecuali dengan cara
membentuk hukum yang tertulis dan dengan cara modifikasi, yang pembentukannya
relatif lebih cepat.
Berdasarkan kenyataan tersebut,
maka pengembangan ilmu dibidang perundang-undangan terasa semakin diperlukan,
sebagai wacana untuk membentuk hukum nasional, oleh karena hukum nasional yang
dicita-citakan akan terdiri dari hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.
Selain itu pembentukan hukum tertulis itu dirasakan sangat perlu bagi perkembangan
masyarakat dan negara saat ini
Ruang
Lingkup Ilmu Perundang-undangan[4]
Ruang lingkup Ilmu
perundang-undangan adalah semua jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, diantaranya adalah Undang-undang, Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang (Perpu), Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden yang
memperoleh delegasi dari Undang-undang atau Peraturan Presiden, Keputusan
Menteri dan Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non Depertemen serta Departemen
serta Keputusan Direktur Jenderal Departemen yang memperoleh delegasi dari
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, Keputusan badan Negara yang
dibentuk berdasarkan atribusi suatu Undang-undang, Peraturan Daerah Provinsi
dan Kabupaten atau Kota, Keputusan Gubernur dan Bupati atau Walikota, atau
Kepala Daerah yang memperoleh delegasi dari peraturan Daerah Kabupaten atau
Kota. Sesudah berlakunya Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, jenis dan hirarki
peraturan Perundang-undangan diatur dalam Pasal 7 ayat (1) yang terdiri atas:
1.
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;
3.
Peraturan Pemerintah;
4.
Peraturan Presiden;
5.
Peraturan Daerah.
Peraturan
Daerah yang dimaksud Pasal 7 ayat (1) huruf e menurut H. Abdul Latief,
meliputi:
1.
Peraturan Daerah Provinsi dibuat
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama dengan Kepala Daerah
(Gubernur);
2.
Peraturan Daerah Kabupaten atau
Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten atau Kota bersama
Bupati atau Walikota;
3.
Peraturan Desa atau Peraturan yang
setingkat, dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama dengan
Kepala Desa atau nama lainnya.
Selanjutnya,
Pasal 7 ayat (4) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 menjelaskan bahwa “jenis
peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan
oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi”. Penjelasan dari
Pasal 7 ayat (4) menyatakan bahwa “Jenis Peraturan Perundang-undangan
selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank
Indonesia, Menteri, Kepala Badan, Lembaga, atau Komisi yang setingkat yang
dibentuk oleh undang-undang atau Pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten, Bupati, Kepala Desa atau yang setingkat
Masing-masing jenis peraturan
Perundang-undangan tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri.
Undang-undang misalnya, berfungsi antara lain mengatur lebih lanjut hal yang
tegas-tegas ‘diminta’ oleh ketentuan UUD dan Ketetapan MPR. Dari semua Jenis
peraturan Perundang-undangan, hanya undang-undang dan peraturan daerah saja
yang pembentukannya memerlukan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR,
antara Kepala Daerah dan DPRD, lain-lainnya tidak. Oleh karena itu, untuk dapat
mengetahui materi muatan berbagai jenis peraturan Perundang-undangan perlu
diketahui terlebih dahulu materi muatan undang-undang. Secara garis besar
undang-undang ialah ‘wadah’ bagi sekumpulan materi tertentu, yang meliputi:
1.
Hal-hal yang oleh Hukum Dasar
(Batang Tubuh UUD 1945 dan TAP MPR) diminta secara tegas-tegas ataupun tidak
untuk ditetapkan dengan undang-undang.
2.
Hal-hal yang menurut asas yang
dianut Pemerintah Negara Republik Indonesia sebagai Negara berdasar Atas Hukum
atau Rechtstaat diminta untuk diatur dengan undang-undang.
3.
Hal-hal yang menurut asas yang
dianut Pemerintah Negara Republik Indonesia yaitu Sistem Konstitusi atau Constitutioneel
Systeem diminta untuk diatur dengan undang-undang.
Selanjutnya,
sebagai konsekuensi dari hak mengatur dan mengurus rumah tangga atas inisiatif
sendiri, maka kepada pemerintah lokal yang berhak mengatur dan mengurus rumah
tangga sendiri perlu dilengkapi dengan alat perlengkapan daerah yang dapat
mengeluarkan peraturan-peraturannya, yaitu Peraturan Daerah (Perda). Kewenangan
pemerintah daerah dalam membentuk sebuah Peraturan Daerah berlandaskan pada
Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Dasar Negara Republik[5]
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak
menetapkan Peraturan Daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan
otonomi dan tugas pembantuan”. Peraturan Daerah merupakan bagian integral
dari konsep peraturan Perundang-undangan. Dalam Pasal 1 ayat (7) Undang-undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan
Daerah adalah peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Mengenai ruang
lingkup Peraturan Daerah, diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 10
Tahun 2004, yang menjelaskan bahwa Peraturan Daerah meliputi:
1. Perturan Daerah Provinsi dibuat
oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur.
2. Peraturan Daerah kabupaten atau
kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama
bupati/walikota.
3. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat dibuat oleh badan perwakilan
desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
Peraturan
Perundang-undangan berguna untuk menciptakan kehidupan bernegara yang tertib
dan aman. Suatu hukum memerlukan aturan yang sudah di kodifikasi, demi
terciptanya suatu kepastian hukum, dapat menjadi pedoman hukum bagi warga
negara, dan dapat mendorong terjadinya tertib hukum di masyarakat, dan Bagi
lembaga-lembaga pemerintahan, peraturan Perundang-undangan untuk petunjuk dalam
menjalankan tata pemerintahan sesuai dengan fungsi dan kewenangannya. Di Indonesia
terdapat hukum tidak tertulis dan hukum tertulis. Keduanya berfungsi untuk
mengatur warga negara dalam kehidupan bermasyrakat, berbangsa dan bernegara.
Hukum tidak tertulis adalah norma atau peraturan tidak tertulis yang telah
dipakai oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari secara turun temurun dan
tidak dibuat secara resmi oleh lembaga yang berwenang. Misalnya norma
kesopanan, norma kesusilaan, norma adat. Hukum tertulis adalah aturan dalam betuk tertulis
yang dibuat oleh lembaga yang berwenang. Misalnya peraturan perundang-undangan
nasional di negara kita. Menurut Tap III/MPR/2000 tentang tata urutan perundang
undangan di negara Indonesia, dinyatakan sebagai berikut: UUD 1945, Ketetapan
MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden (Kepres), Peraturan Daerah. Tata urutan
perundangan tersebut sebagai pedoman untuk pembentukan peraturan di bawahnya.
Jadi setiap peraturan yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan aturan yang
ada di atasnya. Jika aturan di bawahnya bertentangan dengan peraturan yang ada
di atasnya maka secara otomatis peraturan yang ada dibawah tersebut gugur
(tidak berlaku) demi hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar