Selasa, 03 Februari 2015

Alasan Hukum Memerlukan Perundang-undangan.

Peraturan Perundang-undangan berguna untuk menciptakan kehidupan bernegara yang tertib dan aman. Suatu hukum memerlukan aturan yang sudah di kodifikasi, demi terciptanya suatu kepastian hukum, dapat menjadi pedoman hukum bagi warga negara, dan dapat mendorong terjadinya tertib hukum di masyarakat, dan Bagi lembaga-lembaga pemerintahan, peraturan Perundang-undangan untuk petunjuk dalam menjalankan tata pemerintahan sesuai dengan fungsi dan kewenangannya.Di Indonesia terdapat hukum tidak tertulis dan hukum tertulis. Keduanya berfungsi untuk mengatur warga negara dalam kehidupan bermasyrakat, berbangsa dan bernegara. Hukum tidak tertulis adalah norma atau peraturan tidak tertulis yang telah dipakai oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari secara turun temurun dan tidak dibuat secara resmi oleh lembaga yang berwenang. Misalnya norma kesopanan, norma kesusilaan, norma adat.
Hukum tertulis adalah aturan dalam betuk tertulis yang dibuat oleh lembaga yang berwenang. Misalnya peraturan perundang-undangan nasional di negara kita. Menurut Tap III/MPR/2000 tentang tata urutan perundang undangan di negara Indonesia, dinyatakan sebagai berikut: UUD 1945, Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden (Kepres), Peraturan Daerah. Tata urutan perundangan tersebut sebagai pedoman untuk pembentukan peraturan di bawahnya. Jadi setiap peraturan yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan aturan yang ada di atasnya. Jika aturan di bawahnya bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya maka secara otomatis peraturan yang ada dibawah tersebut gugur (tidak berlaku) demi hukum.
Fungsi Aturan Perundang-undangan dalam Sistem Hukum Indonesia
1. Fungsi Undang-undang Dasar, berfungsi sebagai hukum dasar bagi pembentukan lembaga-lembaga negara, fungsi, dan hubungannya antara satu dengan yang lain, mengatur hubungan antara Negara dengan warga negara, dan memuat cita-cita serta tujuan Negara.
2.Ketetapan MPR, pada dasarnya berfungsi mengatur tugas dan wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam Negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar 1945.
3.Fungsi undang-undang adalah :              
1.     menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Undang-undang Dasar 1945 yang tegas-tegas menyebutnya
2.   pengaturan lebih lanjut secara umum aturan dasar lainnya dalam batang tubuh Undang-undang Dasar 1945
3.      Pengaturan Lebih lanjut dari Ketetapan MPR yang tegas-tegas menyebutkan;
d.pengaturan di bidang materi Konstitusi, seperti organisasi, Tugas dan Wewenang Susunan Lembaga Tertinggi atau Tinggi Negara.
4.Fungsi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) pada dasarnya[2] sama dengan fungsi dari undang-undang. Perbedaan keduanya terletak pada  Pembuatnya, undang-undang dibuat oleh Presiden bersama-sama dengan DPR dalam keadaan normal sedangkan PERPU dibuat oleh Presiden. Perbedaan lainnya adalah Undang-undang dibuat dalam suasana (keadaan) normal, sedangkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dibuat dalam keadaan kegentingan yang memaksa
5.Fungsi Peraturan Pemerintah adalah :
a)      pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang yang tegas-tegas menyebutnya
b)  menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut, ketentuan lain dalam undang-undang yang mengatur meskipun tidak tegas-tegas menyebutnya.
6. Fungsi Keputusan Presiden yang berisi pengaturan adalah :
a)    menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. (sesuai Pasal 4 ayat 1 UUD 1945)
b)   menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Peraturan Pemerintah yang tegas-tegas menyebutnya.
c)      menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dalam Peraturan Pemerintah meskipun tidak tegas-tegas menyebutkannya.
7. Fungsi Keputusan Menteri adalah sebagai berikut:
a)      menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan di bidangnya (sesuai dengan pasal 17 ayat 1 UUD 1945).
b)      menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Keputusan Presiden.
c)  menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang yang tegas-tegas menyebutnya.
d)   menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Peraturan Pemerintah yang tegas-tegas menyebutnya.
8.Fungsi Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen adalah :
a)      menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan di bidangnya.
b)  menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Keputusan Presiden. Merupakan delegasian berdasarkan pasal 17 ayat (1) UUD 1945.
9. Fungsi Keputusan Direktur Jenderal Departemen adalah:
a)      menyelenggarakan perumusan kebijakan teknis Keputusan Menteri.
b)      menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Keputusan Menteri.
10. Fungsi Keputusan Badan Negara adalah:
a)     menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang yang mengatribusikan dan Peraturan Pemerintah yang bersangkutan.
b)      menyelenggarakan secara umum dalam rangka penyelenggaraan fungsi dan tugasnya.
11.Fungsi Peraturan Daerah Diatur dalam pasal 69 dan pasal 70. UU no. 22 Tahun 1999

12.Fungsi Keputusan Kepala Daerah adalah menyelenggarakan pengaturan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Daerah yang bersangkutan dan tugas-tugas pemerintahan

13.Fungsi Keputusan Desa adalah mengatur segala sesuatu yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan pemerintahan desa, yang dibuat oleh Kepala Desa setelah mendapat persetujuan Badan Perwakilan Desa. Sedangkan Keputusan Kepala Desa berfungsi sebagai pelaksanaan peraturan desa dan pelaksanaan kebijaksanaan kepala desa dalam pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di desa.

Fungsi Ilmu Perundang-undangan dalam Pembentukan Hukum[3]
Sejak berdirinya Negara Republik Indonesia dikenal adanya macam-macam hukum, baik hukum yang tertulis yang merupakan peraturan peninggalan zaman Hindia Belanda, maupun hukum tidak tertulis yang merupakan hukum adat yang beraneka ragam. Pembentukan hukum kebiasaan dan hukum adat yang berlaku dalam kehidupan masyarakat adat, dapat juga diartikan dengan pembentukan hukum yang tertulis, yang dibentuk oleh lembaga berwenang, yang berwujud peraturan perundang-undangan yang bersifat legislatif maupun administratif. Pembentukan hukum nasional saat ini terasa sangat mendesak, oleh karena dalam perkembangan sistem ketatanegaraan di Indonesia dari masa penjajahan Hindia Belanda sampai berlakunya perubahan Undang-undang dasar 1945 dalam era Reformasi telah berlaku berbagai jenis peraturan perundang-undangan. Pada saat Indonesia di proklamasikan, secara vertikal di Indonesia dikenal adaya tiga lapis hukum yang berlaku secara bersamaan, yaitu hukum bagi masyarakat golongan Eropa, hukum bagi golongan Bumiputera, dan hukum bagi masyarakat golongan Timur Asing, selain itu secara horisontal diakui adanya 19 lingkung laku aneka hukum adat, yang beberapa diantaranya dan sisanya menerima hukum Islam sebagai hukumnya sendiri baik melalui teori “receptio” atau “receptio in camplexu”
Hukum yang berlaku tersebut dapat juga dibedakan hukum tidak tertulis, hukum tercatat dan hukum tertulis. Hukum tidak tertulis merupakan sinonim dari hukum kebiasaan, yang di Indonesia dikenal dengan hukum adat, dan hukum tidak tertulis merupakan bentuk hukum yang tertua. Hukum tertulis yang berlaku umum dan mengikat orang banyak serta yang mepunyai lingkup laku wilayah manusia, wilayah ruang, dan wilayah waktuyang lebih luas, tidak tentu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari pada hukum tidak tertulis. Hukum tertulis selain merupakan wahana bagi hukum baru yang dibentuk setelah Indonesia merdeka dalam rangka memenuhi kebutuhan kkehidupan kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan yang senantiasa berkembang, juga untuk menjembatani antar lingkup laku aneka adat dan hukum tidak tertulis lainnya, atau untuk mengatasi kebutuhan kepastian hukum tidak tertulis dalam hal pihak-pihak menghendakinya. Dalam perkembangannya pembentukan hukum tertulis tidak dapat selalu diandalkan terbentuknya dengan cara kodifikasi, yang memerlukan waktu yang lama, maka untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pembentukan hukum nasional tidak dapat dilakukan dengan cara lain kecuali dengan cara membentuk hukum yang tertulis dan dengan cara modifikasi, yang pembentukannya relatif lebih cepat.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka pengembangan ilmu dibidang perundang-undangan terasa semakin diperlukan, sebagai wacana untuk membentuk hukum nasional, oleh karena hukum nasional yang dicita-citakan akan terdiri dari hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Selain itu pembentukan hukum tertulis itu dirasakan sangat perlu bagi perkembangan masyarakat dan negara saat ini

Ruang Lingkup Ilmu Perundang-undangan[4]
Ruang lingkup Ilmu perundang-undangan adalah semua jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, diantaranya adalah Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu), Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden yang memperoleh delegasi dari Undang-undang atau Peraturan Presiden, Keputusan Menteri dan Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non Depertemen serta Departemen serta Keputusan Direktur Jenderal Departemen yang memperoleh delegasi dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, Keputusan badan Negara yang dibentuk berdasarkan atribusi suatu Undang-undang, Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten atau Kota, Keputusan Gubernur dan Bupati atau Walikota, atau Kepala Daerah yang memperoleh delegasi dari peraturan Daerah Kabupaten atau Kota. Sesudah berlakunya Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, jenis dan hirarki peraturan Perundang-undangan diatur dalam Pasal 7 ayat (1) yang terdiri atas:
1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;
3. Peraturan Pemerintah;
4. Peraturan Presiden;
5. Peraturan Daerah.

Peraturan Daerah yang dimaksud Pasal 7 ayat (1) huruf e menurut H. Abdul Latief, meliputi:
1.      Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama dengan Kepala Daerah (Gubernur);
2.      Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten atau Kota bersama Bupati atau Walikota;
3.      Peraturan Desa atau Peraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama dengan Kepala Desa atau nama lainnya.

Selanjutnya, Pasal 7 ayat (4) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 menjelaskan bahwa “jenis peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi”. Penjelasan dari Pasal 7 ayat (4) menyatakan bahwa “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, Kepala Badan, Lembaga, atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang-undang atau Pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten, Bupati, Kepala Desa atau yang setingkat
Masing-masing jenis peraturan Perundang-undangan  tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Undang-undang misalnya, berfungsi antara lain mengatur lebih lanjut hal yang tegas-tegas ‘diminta’ oleh ketentuan UUD dan Ketetapan MPR. Dari semua Jenis peraturan Perundang-undangan, hanya undang-undang dan peraturan daerah saja yang pembentukannya memerlukan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR, antara Kepala Daerah dan DPRD, lain-lainnya tidak. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui materi muatan berbagai jenis peraturan Perundang-undangan perlu diketahui terlebih dahulu materi muatan undang-undang. Secara garis besar undang-undang ialah ‘wadah’ bagi sekumpulan materi tertentu, yang meliputi:
1.      Hal-hal yang oleh Hukum Dasar (Batang Tubuh UUD 1945 dan TAP MPR) diminta secara tegas-tegas ataupun tidak untuk ditetapkan dengan undang-undang.
2.      Hal-hal yang menurut asas yang dianut Pemerintah Negara Republik Indonesia sebagai Negara berdasar Atas Hukum atau Rechtstaat diminta untuk diatur dengan undang-undang.
3.      Hal-hal yang menurut asas yang dianut Pemerintah Negara Republik Indonesia yaitu Sistem Konstitusi atau Constitutioneel Systeem diminta untuk diatur dengan undang-undang.

Selanjutnya, sebagai konsekuensi dari hak mengatur dan mengurus rumah tangga atas inisiatif sendiri, maka kepada pemerintah lokal yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri perlu dilengkapi dengan alat perlengkapan daerah yang dapat mengeluarkan peraturan-peraturannya, yaitu Peraturan Daerah (Perda). Kewenangan pemerintah daerah dalam membentuk sebuah Peraturan Daerah berlandaskan pada Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Dasar Negara Republik[5] Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”. Peraturan Daerah merupakan bagian integral dari konsep peraturan Perundang-undangan. Dalam Pasal 1 ayat (7) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Daerah adalah peraturan Perundang-undangan  yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Mengenai ruang lingkup Peraturan Daerah, diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, yang menjelaskan bahwa Peraturan Daerah meliputi:

1.   Perturan Daerah Provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur.
2.  Peraturan Daerah kabupaten atau kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota.
3.   Peraturan Desa/peraturan yang setingkat dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

Peraturan Perundang-undangan berguna untuk menciptakan kehidupan bernegara yang tertib dan aman. Suatu hukum memerlukan aturan yang sudah di kodifikasi, demi terciptanya suatu kepastian hukum, dapat menjadi pedoman hukum bagi warga negara, dan dapat mendorong terjadinya tertib hukum di masyarakat, dan Bagi lembaga-lembaga pemerintahan, peraturan Perundang-undangan untuk petunjuk dalam menjalankan tata pemerintahan sesuai dengan fungsi dan kewenangannya. Di Indonesia terdapat hukum tidak tertulis dan hukum tertulis. Keduanya berfungsi untuk mengatur warga negara dalam kehidupan bermasyrakat, berbangsa dan bernegara. Hukum tidak tertulis adalah norma atau peraturan tidak tertulis yang telah dipakai oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari secara turun temurun dan tidak dibuat secara resmi oleh lembaga yang berwenang. Misalnya norma kesopanan, norma kesusilaan, norma adat. Hukum tertulis adalah aturan dalam betuk tertulis yang dibuat oleh lembaga yang berwenang. Misalnya peraturan perundang-undangan nasional di negara kita. Menurut Tap III/MPR/2000 tentang tata urutan perundang undangan di negara Indonesia, dinyatakan sebagai berikut: UUD 1945, Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden (Kepres), Peraturan Daerah. Tata urutan perundangan tersebut sebagai pedoman untuk pembentukan peraturan di bawahnya. Jadi setiap peraturan yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan aturan yang ada di atasnya. Jika aturan di bawahnya bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya maka secara otomatis peraturan yang ada dibawah tersebut gugur (tidak berlaku) demi hukum.


[1] http://.wordpress.com/Hukum Memerlukan Perundang-undangan diakses tanggal 8 maret 2014

[2] ibid
[3] http://www.slideshare.net/fungsi ilmu perundang undangan  diakses tanggal 8 maret 2014
[4] http://www.slideshare.net/Ruang lingkup perundang undangan diakses tanggal 18 september 2012
[5] ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar