a.
Tata Urutan Perundang-undangan
Berdasarkan
azas “lex superiori derogat legi inferiori” yang maknanya hukum yang unggul
mengabaikan atau mengesampingkan hukum yang lebih rendah. Maka
perlunya
dijelaskan mengenai tata urutan perundang-undangan di Indonesia. BerdasarkanTAP
MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan, tata urutan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia
adalah:
1.
Undang-Undang Dasar Negara Republik 1. Indonesia 1945
2.
Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
3.
Peraturan Pemerintah (PP)
4.
Peraturan Presiden (Perpres )
5.
Peraturan Daerah (Perda)
a)
Tingkat I (provinsi)
b)
Tingkat II (kabupaten / kota)
c)
Tingkat III (desa)
Dengan
demikian peraturan daerah yang dikeluarkan oleh desa tidak boleh bertentangan
dengan peraturan presiden. Begitu pula dengan peraturan pemerintah tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang. Maksudnya ketentuan yang tingkatnya lebih
rendah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang leboh tinggi sesuai
dengan urutan di atas.
1.
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan hukum dasar
tertulis Negara Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan
negara.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (TAP
MPR-RI) merupakan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pengemban
kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang MPR.
3. Undang-Undang (UU) dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
bersama Presiden untuk melaksanakan UUD 1945 serta TAP MPR-RI
4. Perpu dibuat oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang
memaksa, dengan ketentuan sebagai berikut:
1.
Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut.
2.
DPR dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan.
3.
Jika ditolak DPR, Perpu tersebut harus dicabut
4. Peraturan Pemerintah (PP) dibuat oleh Pemerintah untuk
melaksanakan perintah undang-undang. 6. Keputusan Presiden (Keppres) yang
bersifat mengatur dibuat oleh Presiden untuk menjalankan fungsi dan tugasnya berupa
pengaturan
UUD
1945 PRA AMANDEMEN[2]
Latar
belakang terbentuknya konstitusi (UUD 1945) bermula dari janji Jepang untuk
memberikan kemerdekaan bangsa Indonesia. Jepang membentuk Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang bertugas merancang
Undang-Undang Dasar 1945. Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 merupakan Ikrar
Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan lahirlah Negara Indonesia[3]. Sehari setelah itu,
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidangnya yang
pertama kali dan menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut :
1.
Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 yang bahannya
diambil dari Rancangan Undang-Undang yang disusun oleh panitia perumus pada
tanggal 22 Juni 1945;
2. Menetapkan dan mengesahkan UUD 1945 yang bahannya hampir
seluruhnya diambil dari RUU yang disusun oleh Panitia Perancang UUD tanggal 16
Juni 1945;
3. Memilih ketua persiapan Kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno
sebagai Presiden dan wakil ketua Drs. Muhammad Hatta sebagai wakil Presiden;
4.
Pekerjaan Presiden untuk sementara waktu dibantu oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang kemudian menjadi Komite Nasional.
Pengertian pokok
tentang Undang-Undang Dasar 1945 yang dimaksudkan adalah keseluruhan naskah yang terdiri dari :
a) Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945;
b) Batang
Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 yang terdiri 16 Bab berisi 37 pasal, 4 pasal
Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan;
c)
Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945.
Konsekuensinya,
UUD 1945 sebagai konstitusi itu melingkupi keseluruhan naskah
tersebut.
Pada Penjelasan Umum, jelas-jelas disebutkan bahwa UUD 1945 merupakan hukum dasar.
Dikaitkan dengan teorinya Hans Kelsen, “Stufentheorie”, atau theorie
vom Stufenaufbau-nya Hans Nawiasky Pembukaan mengandung sejumlah
tujuan Negara dan dasar falsafah bernegara yaitu Pancasila. Posisi Pancasila
dalam UUD adalah sebagai norma dasar suatu negara (Staatsfundamentalnorm),
yang memberikan landasan bagi Aturan Dasar. Sedangkan materi yang terdapat
dalam pasal-pasal UUD 1945 merupakan Grundgezetze, norma dasar yang
memiliki kekuatan mengikat kepada norma-norma hukum peraturan
perundang-undangan, atau menggariskan tatacara membentuk peraturan perundang-undangan
secara Umum. Dengan demikian, UUD 1945 memiliki kedudukan yang lebih tinggi
daripada peraturan perundang-undangan yang lainnya. Pembentukan UUD 1945 pada
awalnya bersifat sementara saja karena proses pembentukannya yang relatif
singkat. Hal ini dapat diketahui melalui ayat (2) Aturan Tambahan. Secara jelas
disebutkan bahwa akan dibentuk MPR yang memiliki wewenang untuk menetapkan UUD.
MPR yang terbentuk akan mengadakan siding untuk membahas dan menetapkan UUD
sebagai konstitusi Indonesia. Kenyataannya, sampai dikeluarkannya Dekrit
Presiden, baik itu MPR atau MPRS atau Lembaga Konstituante tidak menghasilkan
apa pun, sehingga diberlakukannya kembali UUD 1945 sebagai UUD. Padahal, BPUPKI
bukanlah lembaga perwakilan karena BPUPKI merupakan badan bentukan Jepang.
Meskipun demikian,
BPUPKI dapat dikatakan
sebagai lembaga perwakilan yang dapat dipersamakan dengan parlemen. Dalam pasal
3, mengatur tentang kewenangan MPR namun hanya terdapat tentang kewenangan
menetapkan UUD bukan mengamandemen. Namun, dalam pasal 37 diatur tentang
prosedur amandemen UUD. Pengaturan tentang amandemen tersebut juga sebatas
posedur umum. Sedangkan untuk prosedur khususnya diatur lebih lanjut dengan
peraturan perundang-undangan di bawahnya. Itu pun sebatas merubah/mengamandemen
batang tubuh dan penjelasan. Khusus untuk pembukaan UUD 1945 mutlak tidak dapat
diubah atau diamandemen, karena didalamnya terdapat falsafah negara yang
merupakan dasar Negara. Meskipun demikian, UUD 1945 pada dasarnya lebih
bersifat fleksibel, karena para pendiri bangsa sesungguhnya menghendaki adanya
perubahan UUD 1945 dengan tujuan UUD 1945 lebih diharapkan terus hidup dan
berkembang dalam masyarakat menjadi “The Living Constitution”, sehingga
selalu memenuhi kebutuhan dan rasa keadilan dari masyarakat itu sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, UUD 1945 pra amandemen bersifat conditional,
superior dan fleksibel.
UUD
1945 PASCA AMANDEMEN[4]
Undang-Undang
Dasar 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri dari pembukaan dan
pasal-pasal (sesuai dalam pasal II Aturan Tambahan UUD 1945). Konsekuensinya,
penjelasan tidak lagi menjadi bagian dari UUD. Meskipun demikian, penjelasan
memiliki fungsi yang penting dalam rangka menjelaskan tentang norma yang
terdapat dalam UUD 1945 sehingga seharusnya mengandung norma yang baru. Penjelasan
Umum, disebutkan bahwa UUD 1945 merupakan hukum dasar. Dikaitkan dengan
teorinya Hans Kelsen, “Stufentheorie”, atau theorie vom Stufenaufbau-nya
Hans Nawiasky Pembukaan mengandung sejumlah tujuan Negara dan dasar falsafah
bernegara yaitu Pancasila. Posisi Pancasila dalam UUD adalah sebagai norma
dasar suatu negara (Staatsfundamentalnorm), yang memberikan landasan
bagi Aturan Dasar. Sedangkan materi yang terdapat dalam pasal-pasal UUD 1945
merupakan Grundgezetze, norma dasar yang memiliki kekuatan mengikat
kepada norma-norma hukum peraturan perundang-undangan, atau menggariskan
tatacara membentuk peraturan perundang-undangan secara Umum. Hal ini
ditunjukkan dalam pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004. Dengan demikian, UUD 1945
memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada peraturan perundang-undangan yang
lainnya.
Dalam pasal 3, mengatur tentang kewenangan MPR baik tentang
kewenangan mengubah dan menetapkanUUD. Meskipun MPR bukan lembaga tertinggi
Negara lagi namun MPR merupakan lembaga perwakilan (parlemen) yang oleh
konstitusi diberi wewenang untuk mengubah dan menetapkan UUD. Pembentukan UUD kewenangannya
tidak diberikan kepada lembaga legislatif karena lembaga legislative hanya
memiliki kewenangan dalam membentuk UU dan kedudukan UU di bawah UUD. Sedangkan
untuk prosedur amandemen yang diatur dalam pasal 37 terdapat prosedur khusus
dengan ketentuan yang lebih kompleks. Dalam hal substansi perubahan/amandemen
masih terdapat kesamaan dengan UUD 1945 pra amandemen, yaitu mutlak tidak
diperbolehkan untuk merubah/mengamandemen pembukaan UUD 1945, karena didalamnya
terdapat falsafah negara yang merupakan dasar Negara. Selain itu, ada hal lain
yang tidak boleh diganti yaitu bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal
37 ayat 5)). Dan ketentuan yang lebih spesifik diatur dengan peraturan
perundang-undangan lainnya. UUD 1945 pasca amandemen lebih bersifat rigid. Hal
ini dikarenakan persepsi penguasa yang sepakat untuk lebih mengkultuskan UUD
1945 sebagai kesatuan pemikiran dari mayarakat untuk memilih sesuatu yang ideal
dalam hal-hal tertentu yang direfleksikan didalamnya. Selain itu, nilai
historis yang terkandung dalam UUD 1945 membuatnya sebagai konstitusi memiliki
kandungan rigiditas. UUD 1945 tidak lg dipandang sebagai peraturan perundang-undangan
saja melainkan merupakan wibawa daripada suatu bentuk Hukum tertinggi dari
suatu negara. Berdasarkan uraian di atas, UUD 1945 pasca amandemen bersifat
conditional,superior dan rigid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar